Pudarnya Kejayaan Sapi

Pudarnya Kejayaan Sapi

Sejak lima tahun terakhir populasi sapi perah di Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung terus menurun. Padahal Kecamatan Kertasari sebelumnya merupakan salah satu daerah penghasil susu sapi terbesar di Bandung Selatan.

Kepala Desa Cibeureum, Atep Ahmad Syarif Hidayat menyebut lima tahun yang lalu, populasi sapi di Kertasari mencapai 3000 ekor lebih. Namun sekarang menyusut dan tersisa sekitar 900 ekor saja.

"Penurunan populasi ini sejak lima tahun terakhir. Dulu populasi di sekecamatan mencapai 3000 ekor lebih, sekarang paling hanya sekitar 900 ekor saja. Apalagi di Desa Cibeureum jumlahnya sangat sedikit," kata Atep Ahmad Syarif Hidayat, Selasa (4/11/14).

Kejayaan sapi perah Kertasari, kata Atep, cukup terkenal di Bandung Selatan. Bahkan, Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) pun selalu memberikan sumbangan terbesar kepada desa Cibeureum. Pengiriman susu dari para peternak di desanya cukup besar kepada koperasi terbesar di Bandung Selatan itu.

"Tapi sekarang KPBS tidak lagi memberikan bantuan atau reward kepada desa kami. Karena memang sekarang kontribusi dari desa kami sudah sangat minim," kata Atep, Selasa (4/11/14).

Atep melanjutkan, di masa jayaannya, setiap keluarga di desanya bisa memiliki lima ekor sapi perah. Namun saat ini, paling hanya satu atau dua ekor saja. Bahkan banyak di antaranya yang kini beralih pekerjaan menjadi buruh tani.

Ia berharap, pemerintah segera mengambil tindakan untuk mendongkrak kembali gairah para peternak sapi perah di daerahnya. Pemerintah diminta memberikan program bantuan langsung ataupun melalui kebijakan yang berpihak kepada peternak rakyat.

"Jika dibiarkan, kebanggaan Selatan Kabupaten Bandung sebagai penghasil susu sapi bisa hilang, karena masyarakat sudah banyak yang tidak mau beternak sapi perah lagi," jelasnya.

Terus menurunnya populasi sapi perah di Kecamatan Kertasari, lanjut Atep, terjadi karena penghasilan dari menjual susu sudah tidak lagi menguntungkan. Bahkan para peternak kerap merugi akibat harga jual susu tidak sebanding dengan tingginya harga pakan dan pemeliharaan.

Yanto Heryanto (35) salah seorang peternak membenarkan, untuk saat ini, kata dia, untuk satu ekor sapi perah dibutuhkan pakan sekitar 50 kg. Namun, produksi yang dihasilkan dari sapi perah tidak terlalu banyak, dalam satu hari susu yang dihasilkan hanya 15 liter.

Harga jualnya hanya Rp 4000 sampai Rp 4200 per liter. Apalagi, tidak semua sapi betina bisa menghasilkan susu setiap hari. Karena ketika masa menyusui telah habis atau sapi dalam keadaan hamil tidak bisa diperah, sementara pakan harus tetap diberikan.

"Harga susu susah sekali naiknya. Sedangkan kebutuhan operasional dan pakan terus meningkat. Makanya banyak peternak yang beralih pekerjaan," katanya.

Pada masa kejayaannya, kata Yanto satu peternak di Desa Cibeureum bisa mempunyai lima sampai delapan ekor sapi, namun saat ini satu peternak paling hanya mempunyai dua atau tiga sapi, itu juga banyak di antaranya memilih memelihara sapi jantan bukan sapi betina yang bisa diperah susunya.

"Sapi jantan dianggap lebih menguntungkan, harga jualnya lumayan tinggi dan pakannya lebih sedikit dibandingkan sapi perah," terangnya.

Lebih lanjut dikatakan Yanto, pruduksi susu yang dihasilkan sangat tergantung pada pakan yang diberikan. Jika pakan yang diberikan asal-asalan, maka dipastikan susu yang dihasilkan akan sangat sedikit, hal tersebut yang menjadikan peternak sapi perah terus merugi.

"Peternak di sini biasanya memberikan pakan hijauan seperti rumput gajah diselingi oleh RC (Dedak). Katanya untuk meningkatkan produksi susu, pakan yang diberikan lebih bagus jika menggunakan konsentrat," terangnya.

Namun jika harus membeli konsentrat, para petani keberatan karena keterbatasan modal, selain itu, konsentrat untuk pakan sapi sangat sulit didapatkan. Dia berharap agar pemerintah bisa memberikan bantuan baik itu melakukan subsidi pakan, atau memberikan bantuan mesin pembuat konsentrat dan memberikan pelatihan pembuatannya.

Sumber : Inilahkoran.com



Share on Google Plus

About Poerwalaksana

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar